Senin, 19 September 2016

pulau bangka tak ubahnya seperti pulau bangkai

Kerusakan masif Pulau Bangka
Pulau Bangka dewasa ini semakin menunjukkan kemerosotan lingkungan yang semakin parah sejak "dimaklumatkannya" penambangan pasir timah dan penambangan mineral lainnya yang menyisakan kolong-kolong dan kerusakan lingkungan hutan yang masif. Datangnya banjir besar 8 februari 2016 silam dalam eskalasi luar biasa besar tak serius ditanggapi penduduk pulau ini dan bahkan oleh pemerintah setempat pasca bencana banjir.
Rusaknya lingkungan pasca penambangan yang sengaja dibiarkan (foto:n-wulan.blogspot)
Banjir dan kehancuran lingkungan dianggap hal yang mungkin biasa saja oleh masyarakat Bangka tanpa ada upaya serius pemerintah dan masyarakat pulau ini untuk membenahi ingkungannya. Tak ada rasa kesadaran dan kepedulian pada lingkungannnya menyebabkan pulau ini terancam dalam bahaya banjir dan longsor besar dikemudian hari. Mungkin saja hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa Pulau Bangka itu cukup digali saja isi perutnya, setelah dapat timah dan mineral lainnya, sudah itu ya sudah, tinggalkan saja. Hal ini terjadi sejak zaman Hindia Belanda bahwa Pulau Bangka cukup digali saja untuk diambil timahnya lalu tinggalkan. Semua itu tersaji dalam bentangan lebih dari 10 ribu kolong-kolong sisa penambangan di pulau ini yang dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya membenahi. Tak pelak jika pulau Bangka tak ubahnya seperti pulau bangkai.
Pulau Bangka. gali isi perut isinya, kemudian tinggalkan
Minimnya kesadaran dan pendidikan praktis dalam menjaga dan memelihara lingkunganan menjadikan masyarakat Bangka apatis dalam menghijaukan lingkungannya. Budaya buang sampah seenaknya, kemana-mana selalu menggunakan kendaraan bermotor walau hanya sekedar untuk belanja ke warung yang jaraknya hanya 50 meter setidaknya telah membudayakan masyarakat pulau ini semakin tak menghargai buminya sendiri. Kualitas udara yang semakin buruk dengan jumlah populasi kendaraan bermotor yang semakin meningkat semakin membuat rusak udara di pulau ini. Suhu semakin panas, cuaca ekstrem seperti hujan lebat yang ekstrem, panas yang semakin menyengat karena kapasitas karbondioksida yang semakin bertambah, luas hutan yang semakin menyusut karena penambangan timah, tak pernah sedikit pun terpikirkan oleh masyarakat di pulau ini untuk membenahi dan memperbaiki kualitas hutannya.
Masyarakat Bangka seperti tak memikirkan masa depan lingkungannya
Orang Bangka lebih suka menebang pohon dibanding menanam pohon, dengan alasan menggangu pemandangan, ingin lebih "puang" (lebih lega-red), takut roboh dan alasan lainnya, hanya orang-orang yang mengerti dengan lingkunganlah yang mau menanam pohon. Membakar hutan alami untuk berkebun dianggap hal yang lumrah, membuat masyarakat pulau ini seperti tak memikirkan masa depan kehidupan bumi Bangka yang mereka pijak.

Kasihan sekali pulau ini jika harus didiami oleh masyarakat yang primitif dalam memahami lingkungan hidupnya. Pulau Bangka tak ubahnya seperti pulau bangkai.









0 komentar

Posting Komentar